Followers

Friday, August 7, 2009

Akhir Hidup si Pencari Tuhan


Abdul Wahid bin Zaid berkata, "Ketika itu kami naik perahu, angin kencang berhembus menerpa
perahu kami, sehingga kami terdampar di suatu pulau. Kami turun ke pulau itu dan mendapati
seorang laki-laki sedang menyembah patung."

Kami berkata kepadanya, "Di antara kami, para penumpang perahu ini tidak ada yang melakukan
seperti yang kamu perbuat."

Dia bertanya, "Kalau demikian, apa yang kalian sembah?"

Kami menjawab, "Kami menyembah Allah."

Dia bertanya, "Siapakah Allah?"

Kami menjawab, "Zat yang memiliki istana di langit dan kekuasaan di muka bumi."
Dia bertanya, "Bagaimana kamu bisa mengetahuinya?"

Kami jawab, "Zat tersebut mengutus seorang rasul kepada kami dengan membawa mukjizat yang
jelas, maka rasul itulah yang menerangkan kepada kami mengenai hal itu."

Dia bertanya, "Apa yang dilakukan oleh rasul kalian?"

Kami menjawab, "Ketika beliau telah tuntas menyampaikan risalah-Nya, Allah SWT mencabut
rohnya, kini utusan itu telah meninggal."

Dia bertanya, "Apakah dia tidak meninggalkan sesuatu tanda kepada kalian?"

Kami menjawab, "Dia meninggalkan kitabullah untuk kami."

Dia berkata, "Coba kalian perlihatkan kitab suci itu kepadaku!"

Kemudian, kami memberikan mushaf Qur’an kepadanya.

Dia berkata, "Alangkah bagusnya bacaan yang terdapat di dalam mushaf itu."

Lalu, kami membacakan beberapa ayat untuknya. Tiba-tiba ia menangis, dan berkata, "Tidak pantas
Zat yang memiliki firman ini didurhakai." Maka, kemudian ia memeluk Islam dan menjadi seorang
muslim yang baik.

Selanjutnya, dia meminta kami agar diizinkan ikut serta dalam perahu. Kami pun menyetujuinya,
lalu kami mengajarkan beberapa surah Alquran. Ketika malam tiba, sementara kami semua tidur,
tiba-tiba dia bertanya, "Wahai kalian, apakah Zat yang kalian beri tahukan kepadaku itu juga tidur?"

Kami menjawab, "Dia hidup terus, Maha Mengawasi dan tidak pernah mengantuk atau tidur."
Dia berkata, "Ketahuilah, adalah termasuk akhlak yang tercela bilamana seorang hamba tidur
nyenyak di hadapan tuannya." Dia lalu melompat, berdiri untuk mengerjakan salat. Demikianlah,
kemudian ia qiamullail (shalat malam) sambil menangis hingga datang waktu subuh.
Ketika sampai di suatu daerah, aku berkata kepada kawanku, "Laki-laki ini orang asing, dia baru
saja memeluk Islam, sangat pantas jika kita membantunya." Mereka pun bersedia mengumpulkan
beberapa barang untuk diberikan kepadanya, lalu kami menyerahkan bantuan itu kepadanya.
Seketika saja ia bertanya,
"Apa ini?"
Kami jawab, "Sekadar infak, kami berikan kepadamu."

Dia berkata, "Subhanallah, kalian telah menunjukkan kepadaku suatu jalan yang kalian sendiri
belum mengerti. Selama ini aku hidup di suatu pulau yang dikelilingi lautan, aku menyembah zat
lain, sekalipun demikian dia tidak pernah menyia-nyiakan aku … maka bagaimana mungkin dan
apakah pantas Zat yang aku sembah sekarang ini, Zat Yang Maha Mencipta dan Zat Maha Memberi
rezeki akan menelantarkan aku?"

Setelah itu dia pergi meninggalkan kami. Beberapa hari kemudian aku mendapat kabar bahwa ia
dalam keadaan sakaratul maut. Kami segera menemuinya, dan ia sedang dalam detik-detik
kematian. Setiba di sana aku ucapkan salam kepadanya, lalu bertanya, "Katakanlah, apa yang kamu
inginkan?"

Dia menjawab, "Keinginanku adalah berupa sebuah doa, dan itupun telah lama terkabul yaitu saat
kalian datang ke pulau itu, dimana ketika itu aku tidak mengerti kepada siapa aku harus
menyembah."

Kemudian, aku bersandar pada salah satu ujung kainnya untuk menenangkan hatinya, tiba-tiba saja
aku tertidur. Dalam tidurku aku bermimpi melihat teman yang di atasnya terdapat kubah di sebuah
kuburan seorang ahli ibadah. Di bawah kubah terdapat tempat tidur sedang di atasnya nampak
seorang gadis sangat cantik. Gadis itu berkata, "Demi Allah, segeralah mengurus jenazah itu, aku sangat rindu kepadanya." Maka, aku terbangun dan aku dapati orang tersebut telah mati. Lalu aku memandikan dan kafani jenazah itu.

Pada malam harinya, saat aku tidur, aku memimpikannya lagi. Aku lihat ia sangat bahagia,
didampingi seorang gadis di atas tempat tidur di bawah kubah sambil menyenandungkan firman
Allah, "(Sambil mengucapkan), 'Salamun 'alaikum bima shabartum.' Maka, alangkah baiknya
tempat kesudahan itu" (Ar-Ra'd: 24). (Al-Mawa'izh wal-Majalis, 40).

Sumber: 99 Kisah Orang Shalih, terjemahan dari kitab Mi'ah Qishshah min Qishashish, Muhammad
bin Hamid Abdul Wahab.

No comments:

Post a Comment

Sesiapa yang nak ambik apa2 artikel dalam blog ini adalah di alu-alukan, tak perlu minta izin dari aku, sama2 la kongsi ilmu, manfaatkan apa yang ada, sebaik-baiknya, rekemenkan blog ini kepada rakan2, jiran2, adik beradik anda, dan kepada siapa sahaja yang anda kenal dan rasa sesuai termasuk ketua kampung dan jkk kawasan anda....tq