Followers
Saturday, October 30, 2010
Harga diri kita...
Sebelum memulakan seminar, Prof.Ibrahim mengeluarkan sehelai wang kertas bernilai RM100 dari dompetnya. Kemudian wang itu ditayangkan kepada 50 orang pesertanya.
"Siapa nak duit ni?" tanya Prof Ibrahim..
Semua peserta mengangkat tangan.
"Saya akan berikan duit ini kepada salah seorang daripada kamu, tapi izinkan saya membuat sesuatu dahulu ". Prof Ibrahim meramas-ramas duit itu hingga renyuk.
Kemudian dia menunjukkan duit yang sudah renyuk itu dan bertanya: "Ada sesiapa yang nak duit ini lagi?"
Hampir semua pesertanya mengangkat tangan. Prof Ibrahim mengangguk dan mencebikkan bibir.
"Okey apa kata kalau saya buat macam ni?"
Duit RM100 itu dicampakkan dan di tenyeh-tenyeh dengan kasutnya..
Prof Ibrahim memungutnya semula lalu diletakkan di atas meja. Wang kertas itu bukan sahaja renyuk tetapi juga kotor.
"Sekarang siapa nak duit ni?" tanya Prof Ibrahim.
Selesai dia bertanya, lebih separuh daripada jumlah pesertanya masih mengangkat tangan.
"Okay, apa yang boleh kita kutip daripada peristiwa itu tadi?" tanya Prof. Ibrahim lagi.
Pesertanya hanya diam, dan sesetengahnya hanya menggelengkan kepala. Mereka masih tidak dapat menangkap apa yang cuba disampaikan oleh Prof Ibrahim.
"Walau apapun yang saya lakukan pada duit ini, kamu tetap akan mahukannya. Betul tak? Kamu tahu kenapa? Kerana nilainya tidak berubah walaupun dipijak dan ditenyeh dengan kasut."
"RM100 tetap RM100 walaupun 10 kali dipijak." kata Prof.Ibrahim. Semua peserta yang mendengar kata-katanya hanya tersenyum.
Prof Ibrahim mengaitkan peristiwa itu dengan kehidupan seharian. Sering kali di dalam hidup,setiap orang akan merasai kejatuhan, hati hancur, ataupun dihina. Hinggakan suatu ketika kita akan merasa diri kita tidak berguna langsung.
"Tetapi walau apapun yang telah terjadi, ataupun yang akan terjadi, anda tidak akan hilang harga diri. Bersih atau kotor, renyuk atau licin, anda tetap berharga terutama pada mereka yang disayangi."
"Harga diri kita bukan datang daripada apa yang kita lakukan atau siapa yang kita kenal tapi siapa sebenarya kita?"jelas Prof Ibrahim.
Semua peserta ternganga mendengar penerangan profesor itu dan mereka lantas mengiyakan kebenaran kata-kata profesor itu...
Seorang lelaki yang bergelar Ayah...
Suatu ketika, ada seorang anak perempuan yang bertanya kepada ayahnya, tatkala tanpa sengaja dia melihat ayahnya sedang mengusap wajahnya yang mulai berkerut-merut dengan badannya yang terbongkok-bongkok, disertai suara batuk-batuknya.
Anak perempuan itu bertanya pada ayahnya : "Ayah, mengapa wajah ayah kian berkerut-merut dengan badan ayah yang kian hari kian membongkok ?"
Demikian pertanyaannya, ketika ayahnya sedang berehat di beranda.
Si ayah menjawab : "Sebab aku lelaki."
Anak perempuan itu berkata sendirian : "Saya tidak mengerti".
Dengan kerut-kening kerana jawapan ayahnya membuatnya termenung rasa kebingungan.
Ayah hanya tersenyum, lalu dibelainya rambut anaknya itu, terus menepuk-nepuk bahunya, kemudian si ayah mengatakan : "Anakku, kamu memang belum mengerti tentang lelaki."
Demikian bisik Si ayah, yang membuat anaknya itu bertambah kebingungan.
Kerana perasaan ingin tahu, kemudian si anak itu mendapatkan ibunya lalu bertanya kepada ibunya : "Ibu, mengapa wajah Ayah jadi berkerut-merut dan badannya kian hari kian membongkok? Dan sepertinya ayah menjadi demikian tanpa ada keluhan dan rasa sakit ?"
Ibunya menjawab : "Anakku, jika seorang lelaki yang benar-benar bertanggungjawab terhadap keluarga itu memang akan demikian."
Hanya itu jawapan si ibu. Si anak itupun kemudian membesar dan menjadi dewasa, tetapi dia tetap juga masih tercari-cari jawapan, mengapa wajah ayahnya yang tampan menjadi berkerut-merut dan badannya menjadi membongkok?
Hingga pada suatu malam, dia bermimpi. Di dalam impian itu seolah- olah dia mendengar suara yang sangat lembut, namun jelas sekali. Dan kata-kata yang terdengar dengan jelas itu ternyata suatu rangkaian kalimah sebagai jawapan rasa kebingungannya selama ini.
"Saat Ku-ciptakan lelaki, aku membuatnya sebagai pemimpin keluarga serta sebagai tiang penyangga dari bangunan keluarga, dia senantiasa akan berusaha untuk menahan setiap hujungnya, agar keluarganya merasa aman, teduh dan terlindung."
"Ku ciptakan bahunya yang kuat dan berotot untuk membanting- tulang menghidupi seluruh keluarganya dan kegagahannya harus cukup kuat pula untuk melindungi seluruh keluarganya."
"Ku berikan kemahuan padanya agar selalu berusaha mencari sesuap nasi yang berasal dari titisan keringatnya sendiri yang halal dan bersih, agar keluarganya tidak terlantar, walaupun seringkali dia mendapat cercaan dari anak-anaknya".
"Ku berikan keperkasaan dan mental baja yang akan membuat dirinya pantang menyerah, demi keluarganya dia merelakan kulitnya tersengat panasnya matahari, demi keluarganya dia merelakan badannya berbasah kuyup kedinginan dan kesejukan kerana tersiram hujan dan dihembus angin, dia relakan tenaga perkasanya dicurahkan demi keluarganya, dan yang selalu dia ingat, adalah disaat semua orang menanti kedatangannya dengan mengharapkan hasil dari jerih- payahnya."
"Kuberikan kesabaran, ketekunan serta kesungguhan yang akan membuat dirinya selalu berusaha merawat dan membimbing keluarganya tanpa adanya keluh kesah, walaupun disetiap perjalanan hidupnya keletihan dan kesakitan kerapkali menyerangnya".
"Ku berikan perasaan cekal dan gigih untuk berusaha berjuang demi mencintai dan mengasihi keluarganya, didalam suasana dan situasi apapun juga, walaupun tidaklah jarang anak-anaknya melukai perasaannya, melukai hatinya.
Padahal perasaannya itu pula yang telah memberikan perlindungan rasa aman pada saat dimana anak-anaknya tertidur lelap. Serta sentuhan perasaannya itulah yang memberikan kenyamanan bila saat dia sedang menepuk-nepuk bahu anak-anaknya agar selalu saling menyayangi dan saling mengasihi sesama saudara."
"Ku berikan kebijaksanaan dan kemampuan padanya untuk memberikan pengertian dan kesedaran terhadap anak-anaknya tentang saat kini dan saat mendatang, walaupun seringkali ditentang bahkan dikotak-katikkan oleh anak-anaknya."
"Ku berikan kebijaksanaan dan kemampuan padanya untuk memberikan pengetahuan dan menyedarkan, bahawa isteri yang baik adalah isteri yang setia terhadap suaminya, isteri yang baik adalah isteri yang senantiasa menemani, dan bersama-sama menghadapi perjalanan hidup baik suka mahupun duka, walaupun seringkali kebijaksanaannya itu akan menguji setiap kesetiaan yang diberikan kepada isteri, agar tetap berdiri, bertahan, sepadan dan saling melengkapi serta saling menyayangi."
"Ku berikan kerutan diwajahnya agar menjadi bukti, bahawa lelaki itu senantiasa berusaha sekuat daya fikirnya untuk mencari dan menemukan cara agar keluarganya dapat hidup didalam keluarga bahagia dan badannya yang terbongkok agar dapat membuktikan, bahawa sebagai lelaki yang bertanggungjawab terhadap seluruh keluarganya, senantiasa berusaha mencurahkan sekuat tenaga serta segenap perasaannya, kekuatannya, kesungguhannya demi kelanjutan hidup keluarganya."
"Ku berikan kepada lelaki tanggungjawab penuh sebagai pemimpin keluarga, sebagai tiang penyangga ( seri / penyokong ), agar dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Dan hanya inilah kelebihan yang dimiliki oleh lelaki, walaupun sebenarnya tanggungjawab ini adalah amanah di dunia dan akhirat."
Terkejut si anak dari tidurnya dan segera dia berlari, berlutut dan berdoa hingga menjelang subuh. Setelah itu dia hampiri bilik ayahnya yang sedang berdoa, ketika ayahnya berdiri si anak itu menggenggam dan mencium telapak tangan ayahnya.
"Aku mendengar dan merasakan bebanmu, ayah."
Anak perempuan itu bertanya pada ayahnya : "Ayah, mengapa wajah ayah kian berkerut-merut dengan badan ayah yang kian hari kian membongkok ?"
Demikian pertanyaannya, ketika ayahnya sedang berehat di beranda.
Si ayah menjawab : "Sebab aku lelaki."
Anak perempuan itu berkata sendirian : "Saya tidak mengerti".
Dengan kerut-kening kerana jawapan ayahnya membuatnya termenung rasa kebingungan.
Ayah hanya tersenyum, lalu dibelainya rambut anaknya itu, terus menepuk-nepuk bahunya, kemudian si ayah mengatakan : "Anakku, kamu memang belum mengerti tentang lelaki."
Demikian bisik Si ayah, yang membuat anaknya itu bertambah kebingungan.
Kerana perasaan ingin tahu, kemudian si anak itu mendapatkan ibunya lalu bertanya kepada ibunya : "Ibu, mengapa wajah Ayah jadi berkerut-merut dan badannya kian hari kian membongkok? Dan sepertinya ayah menjadi demikian tanpa ada keluhan dan rasa sakit ?"
Ibunya menjawab : "Anakku, jika seorang lelaki yang benar-benar bertanggungjawab terhadap keluarga itu memang akan demikian."
Hanya itu jawapan si ibu. Si anak itupun kemudian membesar dan menjadi dewasa, tetapi dia tetap juga masih tercari-cari jawapan, mengapa wajah ayahnya yang tampan menjadi berkerut-merut dan badannya menjadi membongkok?
Hingga pada suatu malam, dia bermimpi. Di dalam impian itu seolah- olah dia mendengar suara yang sangat lembut, namun jelas sekali. Dan kata-kata yang terdengar dengan jelas itu ternyata suatu rangkaian kalimah sebagai jawapan rasa kebingungannya selama ini.
"Saat Ku-ciptakan lelaki, aku membuatnya sebagai pemimpin keluarga serta sebagai tiang penyangga dari bangunan keluarga, dia senantiasa akan berusaha untuk menahan setiap hujungnya, agar keluarganya merasa aman, teduh dan terlindung."
"Ku ciptakan bahunya yang kuat dan berotot untuk membanting- tulang menghidupi seluruh keluarganya dan kegagahannya harus cukup kuat pula untuk melindungi seluruh keluarganya."
"Ku berikan kemahuan padanya agar selalu berusaha mencari sesuap nasi yang berasal dari titisan keringatnya sendiri yang halal dan bersih, agar keluarganya tidak terlantar, walaupun seringkali dia mendapat cercaan dari anak-anaknya".
"Ku berikan keperkasaan dan mental baja yang akan membuat dirinya pantang menyerah, demi keluarganya dia merelakan kulitnya tersengat panasnya matahari, demi keluarganya dia merelakan badannya berbasah kuyup kedinginan dan kesejukan kerana tersiram hujan dan dihembus angin, dia relakan tenaga perkasanya dicurahkan demi keluarganya, dan yang selalu dia ingat, adalah disaat semua orang menanti kedatangannya dengan mengharapkan hasil dari jerih- payahnya."
"Kuberikan kesabaran, ketekunan serta kesungguhan yang akan membuat dirinya selalu berusaha merawat dan membimbing keluarganya tanpa adanya keluh kesah, walaupun disetiap perjalanan hidupnya keletihan dan kesakitan kerapkali menyerangnya".
"Ku berikan perasaan cekal dan gigih untuk berusaha berjuang demi mencintai dan mengasihi keluarganya, didalam suasana dan situasi apapun juga, walaupun tidaklah jarang anak-anaknya melukai perasaannya, melukai hatinya.
Padahal perasaannya itu pula yang telah memberikan perlindungan rasa aman pada saat dimana anak-anaknya tertidur lelap. Serta sentuhan perasaannya itulah yang memberikan kenyamanan bila saat dia sedang menepuk-nepuk bahu anak-anaknya agar selalu saling menyayangi dan saling mengasihi sesama saudara."
"Ku berikan kebijaksanaan dan kemampuan padanya untuk memberikan pengertian dan kesedaran terhadap anak-anaknya tentang saat kini dan saat mendatang, walaupun seringkali ditentang bahkan dikotak-katikkan oleh anak-anaknya."
"Ku berikan kebijaksanaan dan kemampuan padanya untuk memberikan pengetahuan dan menyedarkan, bahawa isteri yang baik adalah isteri yang setia terhadap suaminya, isteri yang baik adalah isteri yang senantiasa menemani, dan bersama-sama menghadapi perjalanan hidup baik suka mahupun duka, walaupun seringkali kebijaksanaannya itu akan menguji setiap kesetiaan yang diberikan kepada isteri, agar tetap berdiri, bertahan, sepadan dan saling melengkapi serta saling menyayangi."
"Ku berikan kerutan diwajahnya agar menjadi bukti, bahawa lelaki itu senantiasa berusaha sekuat daya fikirnya untuk mencari dan menemukan cara agar keluarganya dapat hidup didalam keluarga bahagia dan badannya yang terbongkok agar dapat membuktikan, bahawa sebagai lelaki yang bertanggungjawab terhadap seluruh keluarganya, senantiasa berusaha mencurahkan sekuat tenaga serta segenap perasaannya, kekuatannya, kesungguhannya demi kelanjutan hidup keluarganya."
"Ku berikan kepada lelaki tanggungjawab penuh sebagai pemimpin keluarga, sebagai tiang penyangga ( seri / penyokong ), agar dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Dan hanya inilah kelebihan yang dimiliki oleh lelaki, walaupun sebenarnya tanggungjawab ini adalah amanah di dunia dan akhirat."
Terkejut si anak dari tidurnya dan segera dia berlari, berlutut dan berdoa hingga menjelang subuh. Setelah itu dia hampiri bilik ayahnya yang sedang berdoa, ketika ayahnya berdiri si anak itu menggenggam dan mencium telapak tangan ayahnya.
"Aku mendengar dan merasakan bebanmu, ayah."
Antara ulat dan daun hijau
Telah dua bulan musim hujan berlalu sehingga di mana-mana pepohonan nampak menghijau. Kelihatan seekor ulat di antara dedaun menghijau yang bergoyang-goyang diterpa angin.
"Apa khabar daun hijau," katanya.
Tersentak daun hijau menoleh ke arah suara yang datang
"Oh, kamu ulat. Badanmu kelihatan kurus dan kecil, mengapa?" tanya daun hijau.
"Aku hampir tidak mendapatkan dedaunan untuk makananku. Bolehkah engkau membantuku sahabat?" kata ulat kecil.
"Tentu.. tentu.. dekatlah kemari." Daun hijau berfikir, "Jika aku memberikan sedikit dari tubuhku ini untuk makanan si ulat, aku akan tetap hijau. Hanya sahaja aku akan kelihatan berlubang-lubang. Tapi tak apalah."
"Perlahan-lahan ulat menggerakkan tubuhnya menuju daun hijau.
Setelah makan dengan kenyang ulat berterimakasih kepada daun hijau yang telah merelakan bahagian tubuhnya menjadi makanan si ulat. Ketika ulat mengucapkan terima kasih kepada sahabat yang penuh kasih dan pengorbanan itu, ada rasa puas di dalam diri daun hijau. Sekalipun tubuhnya kini berlubang di sana-sini namun ia bahagia dapat melakukan sesuatu bagi ulat kecil yang lapar.
Tidak lama berselang ketika musim panas datang daun hijau menjadi kering dan berubah warna. Akhirnya ia jatuh ke tanah, disapu orang dan dibakar.
Moral:
Apa yang terlalu bererti di hidup kita sehingga kita enggan berkorban sedikit sahaja bagi sesama kita? Nah... akhirnya semua yang ada akan "mati" bagi sesamanya yang tidak menutup mata ketika sesamanya dalam kesukaran. Yang tidak membelakangi dan seolah tidak mendengar ketika sesamanya berteriak meminta tolong. Ia rela melakukan sesuatu untuk kepentingan orang lain dan sejenak mengabaikan kepentingan diri sendiri.
Merelakan kesenangan dan kepentingan diri sendiri bagi sesama memang tidak mudah, tetapi indah. Ketika berkorban diri kita sendiri menjadi seperti daun hijau yang berlobang namun itu sebenarnya tidak mempengaruhi hidup kita, kita akan tetap hijau, Tuhan akan tetap memberkati dan memelihara kita.
Bagi "daun hijau", berkorban merupakan sesuatu perkara yang mengesankan dan terasa indah serta memuaskan. Dia bahagia melihat sesamanya dapat tersenyum kerana pengorbanan yang ia lakukan. Ia juga melakukannya kerana menyedari bahawa ia tidak akan selamanya tinggal sebagai "daun hijau". Suatu hari ia akan kering dan jatuh.
Demikianlah kehidupan kita. Hidup ini hanya sementara, kemudian kita akan mati. Itu sebabnya isilah hidup ini dengan perbuatan-perbuatan baik, kasih, pengorbanan, pengertian, kesetiaan, kesabaran dan kerendahan hati.
Jadikanlah berkorban itu sebagai sesuatu yang menyenangkan dan membawa sukacita tersendiri bagi anda. Kita dapat berkorban dalam banyak perkara.
Mendahulukan kepentingan sesama, melakukan sesuatu bagi mereka,memberikan apa yang kita punyai dan masih banyak lagi pengorbanan yang dapat kita lakukan.
Yang mana yang sering kita lakukan? Menjadi ulat kecil yang menerima kebaikan orang atau menjadi "daun hijau" yang senang memberi.
Jodoh Sebiji Epal
"Indah sungguh suasana di tepi sungai ini. Airnya mengalir tenang dan anginnya bertiup lembut. Biarlah saya duduk di sini untuk berzikir kepada Allah," kata Abu Salleh sendirian lalu duduk di tepi sungai.
Sungai itu terletak di sebuah pekan kecil bernama Jilan. Di situlah tempat tinggal Abu Salleh. Dia berasal dari keturunan Imam Hassan, salah seorang cucu Nabi Muhammad.
Ketika dia sedang berzikir, terpandang olehnya sebiji epal hanyut di tebing sungai. Perutnya yang memang belum diisi sejak awal pagi berbunyi beberapa kali. "Mungin ini rezeki untuk saya," katanya lalu mengambilnya.
Abu Salleh memakan sebiji epal itu sehingga habis. Tiba-tiba dia berdiri dengan wajah yang terkejut, "Saya memakan epal ini tanpa izin tuannya. Tentu pemilik epal ini berada di hulu sungai."
Abu Salleh berjalan menyusur tebing sungai menghala ke hulu sambil memerhati kesekeliling kalau-kalau ada pokok epal di situ. Jauh dia berjalan meninggalkan pekan Jilan. Dia terus berjalan sehingga akhirnya dia menemui sebuah ladang epal
"Syukurlah akhirnya saya menemui ladang epal. Saya yakin epal yang saya makan tadi datang dari ladang ini. Lebih baik saya segera menemuinya."
Abu Salleh terus memasukki ladang epal itu dan menemui pemiliknya. Pemilik itu bernama Sheikh Abdullah, berasal dari keturunan Imam Hussin, salah seorang cucu Nabi Muhammad juga. Beliau ialah seorang yang kuat beribadat dan disegani oleh penduduk di kawasan itu.
"Saya memohon maaf dan mohon dihalalkan sebiji epal yang saya memakannya," pinta Abu Salleh kepada Sheikh Abdullah.
Sheikh Abdullah memerhatikan Abu Salleh untuk beberapa ketika lalu tersenyum. Dia menarik nafas panjang dan berkata, "Saya boleh memaafkan saudara dengan satu syarat."
"Katakanlah apakah syarat itu? Saya akan memenuhinya."
"Saya mahu saudara bekerja di ladang epal ini selama dua belas tahun!"
Tanpa banyak soal, Abu Salleh mengangguk dan menyatakan persetujuannya. Bekerjalah Abu Salleh di ladang epal milik Sheikh Abdullah itu selama dua belas tahun dengan penuh amanah dan tanggong jawab. Sheikh Abdullah memerhatikan tingkah laku Abu Salleh sepanjang tempoh itu dan mula tertarik hati. Dia bercadang untuk mengahwinkan puterinya dengan Abu Salleh.
Akhirnya tamatlah tempoh dua belas tahun lalu Abu Salleh menemui Sheikh Abdullah. "Saya sudah menunaikan syarat tuan. Halalkanlah epal yang saya makan itu."
Sheikh Abdullah terpegun dengan kata-kata Abu Salleh yang jelas menggambarkan dia adalah seorang anak muda yang jujur lalu dia berkata, "Saya akan mengenakan satu lagi syarat ke atas saudara."
"Katakanlah syarat itu, saya akan tunaikan."
"Syaratnya ialah, saudara mesti mengahwini puteri saya. Tetapi biarlah saya berterus terang tentang keadaan puteri saya itu."
"Katakanlah! Saya akan mematuhinya."
"Puteri saya bernama Ummu Khair Fatimah. Dia seorang yang lumpuh, pekak, buta dan bisu. Mahukah saudara mengahwini puteri saya itu sebagai syarat kedua untuk saya memaafkan saudara?"
Sejenak Abu Salleh termenung membuatkan dada Sheikh Abdullah berdebar-debar. Akhirnya Abu Salleh memandang ke arah Sheikh Abdullah dan tersenyum, "Saya akan mengahwini puteri tuan sekiranya tuan menghalalkan sebiji epal yang saya makan tanpa izin dua belas tahun yang lalu."
"Baiklah. Saya akan menghalalkan sebiji epal yang saudara makan itu sekiranya saudara mengahwini puteri saya."
Maka berlangsunglah satu majlis perkahwinan di antara Abu Salleh dan Ummu Khair Fatimah. Pada malamperkahwinan itu, Abu Salleh masuk ke bilik pengantin dan memberi salam.kepada isterinya. Sebaik sahaja isterinya menoleh ke arahnya. Wajah Abu Salleh berubah kerana dia amat terkejut lalu berlari ke ruang tamu menemui bapa mertuanya, Sheikh Abdullah.
"Adakah seorang perempuan lain di dalam bilik pengantin? Di manakah isteri saya yang lumpuh, buta, pekak dan bisu itu?"
Sheikh Abdullah tersenyum mendengar pertanyaan Abu Salleh lalu menjawab, "Perempuan yang berada di dalam bilik pengantin itu ialah puteri saya, Ummu Khair Fatimah. Saya mengatakan dia lumpuh kerana kakinya tidak pernah menjejak ke tempat maksiat. Saya mengatakan dia pekak kerana dia tidak pernah mendengar perkara yang terlarang. Saya katakan dia buta kerana dia tidak pernah melihat perkara yang haram dan saya mengatakan dia bisu kerana dia tidak pernah menuturkan sesuatu yang sia-sia."
Tersenyumlah Abu Salleh sebaik sahaja Sheikh Abdullah menghabiskan kata-katanya lalu dia menadah tangan, "Ya Allah! Hambamu mengucapkan syukur yang tidak terhingga!"
Hasil perkawinan Abu Salleh dan Ummu Khair Fatimah ini lahirlah seorang ahli agama yang terkenal diberi nama Sheikh Abdul Kadir Jailani. Beliau digelar Mahyuddin yang bermaksud, Yang menghidupkan Agama!
Siapa Miskin?
Suatu hari, ayah dari keluarga yang sangat sejahtera membawa anaknya melawat ke sebuah negara yang sebahagian besar penduduknya hidup dari hasil pertanian, dengan niat untuk menunjukkan bagaimana kehidupan orang-orang yang miskin kepada anaknya.
Mereka menghabiskan waktu seharian di sebuah tanah pertanian milik keluarga yang kelihatan sangat miskin. Apabila pulang dari perjalanan tersebut, sang ayah bertanya kepada
anaknya.
"Bagaimana perjalanan tadi?"
"Sungguh luar biasa, Pa."
"Kamu lihatkan bagaimana kehidupan mereka yang miskin?"
tanya sang ayah.
"Iya, Pa" jawabnya.
"Jadi, apa yang dapat kamu pelajari dari perjalanan ini?"
tanya ayahnya lagi.
Si anak menjawab,
"Saya melihat kenyataan bahawa kita mempunyai seekor haiwan peliharaan sedangkan mereka memiliki empat ekor.
Kita miliki sebuah kolam yang panjangnya hanya sampai ke tengah-tengah taman, sedangkan mereka memiliki sungai kecil yang tak terhingga panjangnya.
Kita memasang lampu taman yang dibeli dari luar negeri dan mereka memiliki bintang-bintang di langit untuk menerangi taman mereka.
Beranda rumah kita begitu lebar mencapai halaman depan dan milik mereka seluas horizon.
Kita tinggal dan hidup di tanah yang sempit sedangkan mereka mempunyai tanah sejauh mata memandang.
Kita memiliki pelayan yang melayani setiap keperluan kita tetapi mereka melayani diri mereka sendiri.
Kita membeli makanan yang akan kita makan,tetapi mereka menanam sendiri.
Kita mempunyai dinding indah yang melindungi diri kita dan mereka memiliki teman-teman untuk menjaga kehidupan mereka."
Dengan cerita tersebut, sang ayah tidak dapat berkata apa-apa.
Kemudian si anak menambah,
"Terima kasih, Pa, akhirnya saya tahu betapa miskinnya diri kita."
Mereka menghabiskan waktu seharian di sebuah tanah pertanian milik keluarga yang kelihatan sangat miskin. Apabila pulang dari perjalanan tersebut, sang ayah bertanya kepada
anaknya.
"Bagaimana perjalanan tadi?"
"Sungguh luar biasa, Pa."
"Kamu lihatkan bagaimana kehidupan mereka yang miskin?"
tanya sang ayah.
"Iya, Pa" jawabnya.
"Jadi, apa yang dapat kamu pelajari dari perjalanan ini?"
tanya ayahnya lagi.
Si anak menjawab,
"Saya melihat kenyataan bahawa kita mempunyai seekor haiwan peliharaan sedangkan mereka memiliki empat ekor.
Kita miliki sebuah kolam yang panjangnya hanya sampai ke tengah-tengah taman, sedangkan mereka memiliki sungai kecil yang tak terhingga panjangnya.
Kita memasang lampu taman yang dibeli dari luar negeri dan mereka memiliki bintang-bintang di langit untuk menerangi taman mereka.
Beranda rumah kita begitu lebar mencapai halaman depan dan milik mereka seluas horizon.
Kita tinggal dan hidup di tanah yang sempit sedangkan mereka mempunyai tanah sejauh mata memandang.
Kita memiliki pelayan yang melayani setiap keperluan kita tetapi mereka melayani diri mereka sendiri.
Kita membeli makanan yang akan kita makan,tetapi mereka menanam sendiri.
Kita mempunyai dinding indah yang melindungi diri kita dan mereka memiliki teman-teman untuk menjaga kehidupan mereka."
Dengan cerita tersebut, sang ayah tidak dapat berkata apa-apa.
Kemudian si anak menambah,
"Terima kasih, Pa, akhirnya saya tahu betapa miskinnya diri kita."
Kisah si kecil mencari diri...
Seekor anak kucing yang kecil mungil sedang berjalan-jalan di ladang pemiliknya. Ketika dia mendekati kandang kuda, dia mendengar binatang besar itu memanggilnya. “Kamu mesti masih baru di sini, cepat atau lambat kamu akan mengetahui bahawa pemilik ladang ini mencintai saya lebih dari binatang lainnya. Kerana saya mampu mengangkut banyak barang untuknya, saya kira binatang sekecil kamu tidak akan bernilai sama sekali baginya”, ujarnya dengan sinis.
kucing kecil itu menundukkan kepalanya dan pergi. Tapi, dari kandang sebelah, ia mendengar suara seekor lembu. “Saya adalah binatang yang paling terhormat di sini sebab puan di sini membuat keju dan mentega dari susu saya. Kamu tentu tidak berguna bagi keluarga di sini”, dengan nada mencemuh.
Belum lagi kesedihannya hilang, ia mendengar teriakan biri-biri. “Hai lembu, kedudukanmu tidak lebih tinggi dari saya. Aku memberi bulu kepada pemilik ladang ini. Saya memberi kehangatan kepada seluruh keluarga. Tapi kata-katamu soal kucing kecil itu, memang benar. Dia sama sekali tidak ada manfaatnya di sini.”
Satu demi satu binatang di situ ikut serta dalam pencemuhan itu, sambil menceritakan betapa tingginya kedudukan mereka di ladang itu. Ayam pun berkata bagaimana dia telah memberikan telur, Semua binatang sepakat kalau si kucing kecil itu adalah makhluk tak berguna dan tidak sanggup memberikan sumbangan apapun kepada keluarga itu.
Terpukul oleh kecaman binatang-binatang lain, kucing kecil itu pergi ke tempat sepi dan mulai menangis menyesali nasibnya. Sedih rasanya, sudah yatim piatu, dianggap tak berguna, disingkirkan dari pergaulan pula…
Ada seekor kucing tua di situ mendengar tangisan tersebut, lalu mendengar keluh kesah si kucing kecil itu. “Saya tidak dapat memberikan sumbangan kepada keluarga di sini, sayalah haiwan yang paling tidak berguna di sini…”
Terharu, kucing tua berkata, “Memang benar bahwa kamu terlalu kecil untuk menarik pedati. Kamu tidak berupaya memberikan telur, susu ataupun bulu. Tetapi bodoh sekali jika kamu menangisi sesuatu yang tidak mampu kamu lakukan. Kamu harus menggunakan kemampuan yang diberikan oleh Tuhan untuk membawa kegembiraan.”
Malam itu ketika pemilik ladang baru pulang dan kelihatan amat lelah Kerana perjalanan jauh di panas terik matahari, kucing kecil itu lari menghampirinya, menjilat kakinya dan melompat ke pelukannya. Sambil menjatuhkan diri ke tanah, pemilik ladang dan kucing kecil itu berguling-guling di rumput disertai tawa ria.
Akhirnya pemilik ladang itu memeluk dia erat-erat dan mengelus-elus kepalanya, dan berkata, “Meskipun saya pulang dalam keadaan letih, tapi rasanya semua jadi sirna, bila kau menyambutku semesra ini. Kamulah yang paling berharga di antara semua binatang di ladang ini. Kamu kecil, tapi sangat mengerti ertinya kasih…”
Fikirkan...:
Jangan sedih ketika kamu tidak dapat melakukan sesuatu seperti orang lain Kerana memang tidak memiliki kemampuan untuk itu. Tetapi apa yang kamu dapat lakukan, kerjakan itu dengan sebaik-baiknya. Dan jangan sombong jika kamu merasa banyak melakukan beberapa hal pada orang lain, karena orang yang tinggi hati akan direndahkan dan orang yang rendah hati akan ditinggikan. Selalu begitu.
Jasad Rasulullah Hampir di curi...
Di masa peperangan antara orang Islam dengan orang-orang kafir Kristian yang dikenali dengan perang Salib dan telah berlangsung sekian lama. Kemenangan dan kekalahan silih berganti pada kedua belah pihak. Umat Islam berjuang dengan habis-habisan menentang musuhnya. Segala kekuatan dikerahkannya. Kerana pada waktu itulah kesempatan yang paling baik untuk memperolehi syahid di medan perang sebagaimana yang diperolehi para sahabat Rasulullah dalam perjuangan menentang orang kafir yang cuba melenyapkan Islam.
Raja-raja dari semua kerajaan Islam memberikan sokongan padu kepada setiap panglima perang yang tampil memimpin para pahlawan Islam menentang kaum kafir Kristian yang datang dari Eropah. Salah seorang raja yang banyak jasanya dalam perang Salib ini adalah Sultan Nuruddin Zangki (Zenggi), keturunan bangsa Kurdi dan berkedudukan di Mosul. Baginda yang diputerakan tahun 1118 Masihi dan wafat 1174 Masihi, adalah seorang raja yang terkenal taqwa, wara’ dan adil. Kerana keadilannya pula hingga digelari Malikul Adil (Raja yang adil). Pada waktu malam baginda bangun untuk solat tahajjud dan berdoa agar rakyatnya hidup bahagia dalam keredhaan Allah dan terselamat di akhirat nanti. Pada sebelah siang beliau banyak berpuasa dan selepas solat, wiridnya sentiasa panjang.
Seluruh kekuatan yang dimilikinya adalah untuk menentang serangan tentera Salib agar tidak dapat menjajah negara Islam. Beliaulah yang membentangkan jalan kepada Shalahuddin Al-Ayyubi, panglima perang Salib di pihak Islam yang telah berjaya membebaskan bumi Palestin dari cengkaman kaum Salib. Baginda sentiasa tenang dan gembira melayan semua rakyat dan menteri-menterinya, sekalipun negara dalam keadaan darurat perang, kerana beliau sudah bermimpi berjumpa Rasulullah SAW pada suatu malam. Dalam mimpi itu Sultan Nuruddin melihat Rasulullah dalam keadaan gembira, menandakan perjuangan kaum Muslimin yang dipimpinnya dalam berjihad akan berhasil.
Selanjutnya, suatu hari Malikul Adil kelihatan tidak seperti biasanya, kali ini baginda nampak sangat risau, seolah-olah ada yang tidak kena pada dirinya. Menteri-menterinya menyedari hal ini, namun mereka tidak berani bertanya. Kerisauan dan kegelisahan tersebut berpunca daripada mimpinya beberapa malam yang lalu. Mimpi itu sangat mengerikan dan sukar ditafsirkan. Dalam mimpi itu, baginda memakai baju yang cantik gemerlapan dan berada di hadapan Rasulullah. Rasulullah memegang tangan Nuruddin dan menunjuk kepada dua orang lelaki yang berada di hadapannya dan bersabda: “Kenalilah aku. Bebaskan aku dari dua orang itu!” Nuruddin terbangun, namun wajah Rasulullah dan dua orang lelaki itu kelihatan jelas di hadapannya seperti bukan mimpi. Wajah kedua lelaki itu kelihatan kemerah-merahan.
Tidak seorang pun yang diberitahu tentang mimpi itu, dan beliau yakin bahawa yang datang itu benar-benar Rasulullah SAW. Kerana beliau sendiri telah bersabda: “Siapa yang melihat aku dalam mimpi, samalah ertinya dengan melihat aku di waktu bangun, kerana syaitan tidak akan dapat menyerupai aku.” Keyakinan Raja Nuruddin akan kesahihan mimpinya itu dikuatkan lagi oleh mimpinya yang dahulu sehubungan dengan peperangan. “Ketika itu Rasulullah kelihatan sangat gembira sekali. Tapi mengapa kali ini baginda kelihatan amat sedih? Dan siapakah gerangan dua lelaki yang ditunjuk oleh Rasulullah itu?” Nuruddin tidak habis-habis merenung dan berfikir: “Ah, ini tentu ada yang tidak mengena pada keperibadian Baginda yang mulia atau akan ada sesuatu yang mengancam maruah umat Islam,” kata Nuruddin dalam hatinya.
Dekat seminggu lamanya Raja adil itu memikirkan dengan risau. Tiba-tiba mimpi itu berulang lagi, peristiwa seperti mimpi yang pertama dan Rasulullah memanggil-manggil Nuruddin lagi: “Kenalilah aku dan bebaskan aku dari dua orang itu!” Baginda terkejut dan bangun kemudian langsung berwudhu’, terus bersolat tahajjud dan berzikir sebanyak-banyaknya di malam sunyi itu. Kerana terlalu lama berzikir, baginda tertidur dalam duduk dan wajah Rasulullah menjelma lagi. Dalam masa yang tidak seberapa lama, sudah tiga kali beliau berjumpa Rasulullah dalam keadaan muram. “Perkara ini benar-benar serius agaknya dan tidak boleh ku simpan seorang sahaja,” kata Nuruddin pada dirinya sendiri. Apabila baginda tergerak hatinya untuk memanggil orang kepercayaannya, baginda teringat akan sabda Rasulullah: “Bahawa apabila seseorang bermimpi buruk, hendaklah jangan diceritakan kepada sesiapa pun. Insya Allah tidak akan terjadi apa-apa.” Nuruddin berfikir sekejap. Sanggupkah dia menyimpan mimpi itu seorang diri? Tidak, mimpi itu sudah tiga kali datang, dan yang datang adalah manusia termulia.
Selepas solat Subuh di pagi hari Raja Nuruddin memanggil seorang menteri kepercayaannya, Jamaluddin Al-Mushly. Lelaki itu sangat wara’, taqwa dan amanah seperti Rajanya juga. Oleh kerana itu, dialah satu-satunya orang yang dipanggil oleh Nuruddin sehubungan dengan mimpinya. Kerana Nuruddin yakin, bahawa walau bagaimanapun Jamaluddin tidak akan membocorkan rahsia negara dan raja. Hari masih terlalu pagi, suasana masih gelap, di sana sini kedengaran kokok ayam silih berganti dan waktu kerja pun masih lama lagi akan bermula. Namun menteri Jamaluddin Al-Mushly sudah berangkat ke istana negara kerana menjunjung titah baginda.
“Engkau adalah orang yang paling ku percaya untuk menyimpan rahsia negara selama ini. Oleh kerana itu aku tidak merasa ragu lagi menceritakan mimpiku padamu,” kata Raja kepada Jamaluddin dan menceritakan mimpi yang dialaminya. Jamaluddin mendengarkan dengan serius. Ia sendiri turut merasa gerun mendengarkan cerita Rajanya. Kemudian Jamaluddin berkata: “Ini memang betul-betul mimpi yang benar wahai tuanku, kerana syaitan tidak akan dapat menyerupai Rasulullah.” “Betul itu. Aku pun ingat demikian,” kata Nuruddin menyokong pendapat Jamaluddin. Nuruddin bertanya: “Jadi, agak-agak apakah pendapatmu tentang mimpiku itu.” Jamaluddin menjawab: “Menurut pendapat hamba, ada rancangan jahat dari orang tertentu yang ditujukan kepada Rasulullah, dan Rasulullah tidak menyenanginya. Tuanku diberi tugas untuk menggagalkan rancangan jahat tersebut.”
Nuruddin seolah-olah dikeluarkan dari kebuntuannya setelah mendengar tafsiran daripada Jamaluddin. Baginda percaya bahawa pendapat menterinya itu benar belaka. Berkata Nuruddin: “Pendapatmu betul, sekarang ke mana dan bagaimana kita mesti mencari dua lelaki yang ditunjuk oleh Rasulullah itu?” Jamaluddin mengajukan usul: “Bagaimana kalau sekiranya baginda raja yang pergi ke Madinah Al-Munawwarah terlebih dahulu. Di sanalah tuanku dapat berdoa di makam Rasulullah yang mulia, memohon petunjuk kepada Allah di sisi kubur kekasihNya. Mudah-mudahan, di sana tersingkap rahsia mimpi paduka itu.”
Semua persediaan dan perbekalan segera dipersiapkan. Maka pada hari yang telah ditetapkan, beribu-ribu rakyat ibu kota berpusu-pusu di hadapan istana negara untuk mengucapkan selamat jalan kepada Raja yang mereka hormati. Berangkatlah Raja yang adil bersama beberapa pegawai tinggi negara menuju Madinah.
Di setiap kampung yang dilaluinya, baginda disambut mesra oleh rakyatnya. Baginda merasa puas dapat berjumpa dengan berbagai rakyatnya. Rakyat pun berasa gembira melihat Raja yang berjiwa rakyat dan tidak putus-putusnya tersenyum kepada semua rakyat. Namun, di sebalik senyuman raja yang dilepaskan kepada rakyatnya, ada perasaan risau dan ngeri yang menghantui baginda secara berterusan. Yakni wajah kedua lelaki yang dilihat dalam mimpinya selalu membayangi kemana sahaja baginda pergi. Tidak sesaat pun wajah itu hilang dari pandangan baginda. Baginda juga dapat menggambarkan dengan jelas tentang perwatakan kedua lelaki itu baik dari bentuk wajahnya, matanya, susunan giginya, mulutnya, janggutnya bahkan kesemua seluruh tubuh kedua mereka itu. Kalau, kedua lelaki itu melintas di hadapan baginda maka sudah pasti, baginda akan menangkapnya. Disebabkan baginda sentiasa asyik memikirkan tentang kedua lelaki itu, kadang-kadang baginda terpisah dari rombongannya. Baginda tidak putus asa untuk mencari kedua lelaki itu, baginda pergi secara persendirian mengembara antara bukit-bukit.
Para pengawal tidak berani menegur apa-apa sebaliknya mereka hanya memerhatikan Raja mereka dari jauh. Hanya menteri Jamaluddin sahaja yang sesekali mengingatkannya apabila beliau terpisah jauh dari rombongan. Setelah beberapa hari perjalanan, rombongan baginda sampai di sempadan Madinah. Jamaluddin memberitahu baginda: “Tuanku, sekejap lagi kita akan memasuki ke kota Rasulullah SAW, oleh itu bersiap sedialah tuanku.” Berkata Raja: “Apakah cara yang harus aku lakukan untuk memasuki kota yang mulia itu?” Berkata Jamaluddin: “Pertama hendaklah tuanku mandi dan bersuci, kemudian masuklah ke masjid Quba’ dan bersolat tahiyyatul masjid, ini adalah untuk menghormati masjid yang dibina dengan tangan Rasulullah SAW sendiri.” Kemudian Raja dan rombongannya mengikut arahan Jamaluddin, setelah selesai mengerjakan solat di masjid Quba’, rombongan diraja menuju ke taman Raudhah. Di taman yang mulia inilah jenazah yang teramat mulia Rasulullah SAW bersemadi.
Perasaan mereka yang berada di hadapan tempat jenazah baginda Rasulullah SAW disemadikan adalah amat berlainan sekali, mereka berasa seolah-olah berada di satu alam yang lain. Lalu Raja mengangkat tangannya tinggi-tinggi dan memohon kepada Allah SWT supaya rahsia di sebalik mimpinya itu di perlihatkan kepadanya sebelum kedua manusia jahat melaksanakan niat jahat mereka. Degupan hati Raja yang begitu khusyuk dalam doanya menyebabkan air mata mengalir tanpa disedarinya. Memang di sinilah salah satu tempat diperkenankan doa. Wajah Rasulullah SAW semakin jelas di mata Raja seolah-olah Rasulullah SAW menghulurkan tangan untuk bersalaman dengan Raja. Baginda terdengar suara dekat telinganya yang berbunyi: “Kenalilah aku, dan bebaskanlah aku dari kedua lelaki ini.”
Setelah baginda raja berdoa dengan penuh khusyuk di taman Raudhah, kemudian datang petunjuk dari Allah seolah-olah beliau dapat menyingkap tafsir mimpinya itu di kota mulia tempat bersemayamnya Rasulullah SAW. Oleh kerana Raja Nuruddin ingin segera mengetahui makna mimpinya yang menakutkan itu, lalu beliau memanggil gabenor Madinah dengan berkata: “Saya mahu kamu kumpulkan kesemua penduduk Madinah tanpa ada sesiapa pun yang dikecualikan, saya ingin bersalaman dengan mereka.” Berkata gabenor Madinah: “Baik tuanku, segala titah raja akan dijalankan.” Gabenor Madinah pun segera menyampaikan pesanan raja kepada penduduk Madinah dan penduduk yang berhampiran dengan kota Madinah.
Berkata gabenor Madinah kepada penduduk kota Madinah dan sekitarnya: “Atas perintah Raja Nuruddin, semua rakyat Madinah dan kawasan yang berhampiran denganya, sama ada lelaki atau wanita, tua atau muda dari berbagai jenis agama dikehendaki hadir di dewan orang ramai, kerana baginda Raja Nuruddin hendak bertemu dengan semua penduduk di sini.” Setelah berita disebarkan maka orang ramai bersama seisi keluarga segera pergi ke dewan orang ramai dengan perasaan gembira, tidak seorang pun yang tertinggal. Mereka yang tua dan uzur diusung sehingga banyak sekali usungan yang kelihatan dalam perjalanan menuju ke dewan orang ramai. Apabila seluruh penduduk kota Madinah telah berkumpul, gabenor Madinah pun melapurkan kepada Raja: “Tuanku, semua rakyat telah berkumpul dan mereka sedang menunggu kehadiran tuanku.” Berkata Raja Nuruddin: “Apakah kamu yakin bahawa semua rakyat telah datang untuk bersalaman dengan saya?” Berkata gabenor Madinah. “Insya Allah.” Setelah Raja mendengar penjelasan dari gabenor, Madinah, maka Raja pun segera pergi ke tempat orang ramai yang sedang menunggunya. Wajah kedua lelaki yang datang dalam mimpinya semakin mencabar di hadapannya.
Setelah baginda Raja sampai di tempat dewan orang ramai, maka baginda pun memandang kepada rakyat sebagai penghormatan. Mata Raja Nuruddin sentiasa mencari-cari wajah yang menjadi buruannya, tetapi tidak juga kelihatan. Raja Nuruddin semakin risau, beliau duduk sekejap dan berbincang dengan pegawai-pegawai dari Madinah. Berkata Raja, Nuruddin: “Apakah masih ada rakyat yang melepaskan peluang untuk bertemu dengan saya? Cuba siasat sekali lagi.” Kemudian para pegawai dari kota Madinah berbincang sesama mereka, mereka cuba mengingati wajah-wajah yang tidak hadir. Tiba-tiba seorang pegawai berkata dengan serius dan bersemangat: “Betul tuanku, hamba ingat masih ada dua orang kenamaan di Madinah yang tidak hadir di sini, mungkin kedua mereka tidak mendengar berita tentang ketibaan baginda tuanku ke sini.”
Raja Nuruddin berkata: “Di mana mereka berada, dan siapakah mereka itu?” Denyutan jantung Raja Nuruddin semakin cepat, tetapi beliau menahan perasaannya. Orang yang mengenali kedua lelaki itu berkata: “Mereka berdua adalah ahli tasawwuf dan ahli hikmah, sangat wara’ dan sangat banyak ibadahnya, sesiapa sahaja yang pergi kepada mereka akan menerima fatwa-fatwa yang menyejukkan dan menerima sedekah. Dan kedua mereka juga adalah dermawan dan telah banyak sekali membantu fakir miskin.” Raja Nuruddin sangat tertarik dengan huraian pegawainya dan beliau berkata: “Saya ingin sangat untuk bertemu dengan kedua mereka, jemputlah mereka sekarang juga.”
Tidak berapa lama kemudian kedua mereka itu pun datang ke dewan orang ramai setelah diundang. Kedua mereka berjalan dengan tunduk dan tawadhu’, sementara mulut mereka tidak berhenti-henti berzikir kepada Allah SWT. Apabila kedua mereka berdiri di hadapan Raja Nuruddin, Raja Nuruddin terperanjat kerana kedua mereka itulah yang muncul dalam mimpinya. Dalam hati Raja Nuruddin berkata: “Demi Allah orang inilah yang datang dalam mimpiku.” Walaupun kedua mereka itu berada di hadapan beliau, beliau belum pasti sama ada beliau bermimpi atau tidak, lalu beliau menggosok kedua biji mata beliau dan dibukanya mata beliau terang-terang. Ternyata kali ini beliau tidak mimpi, beliau kini berada betul-betul di hadapan orang yang menjadi buruan beliau. Raja Nuruddin memandang mereka dari semua segi, dari segi bentuk muka mereka, susunan gigi, mata dan lain-lain. Akhirnya beliau meyakini dengan seratus peratus bahawa memang sah kedua lelaki itulah yang muncul dalam mimpinya. Kalau ikutkan hati Raja Nuruddin hendak ditanya sahaja: “Siapakah kamu berdua ini.” Raja Nuruddin bertambah hairan melihat kedua mereka, ini adalah kerana kedua mereka itu begitu khusyuk dan tawadhu’, gerak-geri mereka tidak sedikit pun mencurigakan.
Segi rambut pula ikut sunnah, serban pula ikut cara Rasulullah. Sewaktu bersalaman menunjukkan adab seorang alim dan ahli tasawwuf, tutur katanya pula penuh hikmah dan selalu berasaskan Al-Quran dan Al-Hadith. “Tetapi mengapa Rasulullah minta dibebaskan dari dua orang itu? Apakah dosa yang telah diperbuat oeh keduanya? Begitulah pertanyaan yang keluar dari hati Raja Nuruddin. Beliau hairan dan tidak tahu apa yang hendak dibuat, namun demikian tidak seorang pun yang dapat membaca perasaan Raja Nuruddin. Raja Nuruddin serba salah kerana orang ramai mengenali kedua mereka sebagai orang yang alim dan menunjukkan sikap yang penuh tasawwuf, baginda Raja juga menghormati kealiman dan ketasawwufan mereka. Oleh kerana Raja Nuruddin tidak dapat membuat apa-apa keputusan maka majlis pada hari itu bersurai setelah baginda Raja bersalam dengan semua rakyatnya seperti yang dijanjikan. Setelah majlis perhimpunan yang pertama selesai, orang ramai pun bersurai dan mereka merasa puas hati kerana dapat bersalam dengan Raja mereka. Gebenor Madinah merasa sangat gembira kerana majlis itu mendapat sambutan yang sungguh menggalakkan. Satu-satunya orang yang tidak puas hati ialah Raja Nuruddin, kerana teka-teki yang menghantuinya belum terjawab.
Selepas menunaikan solat Raja Nuruddin beristighfar dan berzikir banyak-banyak, kemudian beliau berdoa dengan doa yang amat panjang, dalam doa tersebut beliau meminta petunjuk yang lebih jelas dari Allah SWT. Ketika Raja Nuruddin duduk bersendirian, lalu datang menterinya Jamaluddin dengan berkata: “Wahai tuanku, sudahkah tuanku jumpa dengan dua lelaki yang tuanku cari itu?” Berkata raja Nuruddin: “Ya, sudah.” Jamaluddin bertanya: “Yang mana satu tuanku?” Berkata Raja Nuruddin: “Jemputan yang terakhir sekali, saya pasti itulah orang yang ditunjuk oleh Rasulullah SAW dalam mimpiku.” Jamaluddin diam sambil mengangguk-anggukkan kepalanya, pertanda dia sedang memikirkan sesuatu. Berkata Raja Nuruddin: “Tapi yang peliknya saya tidak dapat sesuatu yang mencurigakan pada diri mereka itu, keadaan keduanya memang seperti yang diceritakan oleh orang. Akhlaknya, gerak-gerinya dan tutur katanya semuanya menggambarkan keperibadian Rasulullah SAW. Inilah yang membuat saya rasa pelik sangat, entah dosa apa yang telah mereka lakukan?”
Setelah Jamaluddin mendengar kata-kata Rajanya maka dia pun berkata: “Tuanku, ketahuilah bahawa seseorang yang pada zahirnya menunjukkan baik, segalanya mengikut cara Rasulullah SAW belum tentu hatinya baik. Boleh jadi ia hanya berpura-pura supaya orang ramai tidak mencurigainya, padahal dia adalah musuh yang jahat.”
Berkata Raja Nuruddin: “Betul katamu itu, kerana memang ramai orang-orang kafir berpura-pura Islam, sedangkan tujuannya untuk menghancurkan Islam dari dalam. Allah SWT telah berfirman dalam Al-Quran yang bermaksud: “Dan di antara manusia ada yang ucapannya tentang kehidupan dunia, sangat menarik perhatianmu, dan di persaksikannya Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia sebenarnya adalah musuh yang jahat.”
Raja Nuruddin memang tahu tentang tipu helah orang-orang kafir yang sentiasa hendak merosakkan Islam dengan berbagai cara. Berkata Raja Nuruddin lagi: “Apakah yang harus kita lakukan?” Berkata Jamaluddin: “Tuanku mestilah mengadakan perisikan ke rumah orang itu secara sulit.” Raja Nuruddin dan menterinya Jamaluddin mengadakan perbincangan secara rahsia tentang cara yang terbaik untuk mendapatkan maklumat tentang pergerakan kedua lelaki yang disyaki. Setelah sekian lama mereka berbincang akhirnya mereka mendapat satu cadangan yang baik, yakni orang ramai dijemput untuk menghadiri rumah terbuka atas arahan Raja Nuruddin.
Kedua orang yang disyaki juga diundang sebagai tetamu kehormat. Rahsia ini tetap menjadi rahsia antara Raja dengan menterinya. Gabenor Madinah diberikan tugas untuk menjayakan majlis tersebut. Setelah saat yang dinantikan telah tiba, maka ramailah orang yang datang menghadiri majlis tersebut. Kedua lelaki yang disyaki juga awal-awal lagi telah berangkat menuju ke majlis diraja. Apabila Raja Nuruddin dan Jamaluddin melihat kedua lelaki alim itu telah keluar dari rumah mereka, kemudian Raja Nuruddin, Jamaluddin dan beberapa pengawal pergi ke rumah orang alim itu. Kesemua bahagian dalam rumah itu di periksa oleh Raja Nuruddin, malangnya tidak satu pun benda yang mencurigakan. Sebaliknya dalam rumah tersebut terdapat banyak ayat-ayat Al-Quran yang digantung dan juga hadith nabi. Dalam almari orang alim itu dipenuhi dengan kitab-kitab agama feqah dan juga tasawwuf, keadaan rumah itu menggambarkan seolah-olah pewaris Nabi SAW. Hati kecil Raja Nuruddin masih bertanya: “Apalagi yang harus aku syaki? Kenapa Baginda Rasulullah SAW minta pertolongan dariku supaya dibebaskan dari kedua lelaki ini?”
Setelah merasa puas dengan selidikan di rumah tersebut Raja Nuruddin mengambil keputusan untuk keluar dari rumah tersebut, tetapi apabila baginda Raja hendak melangkah keluar dari rumah tersebut, datang ilham yang membuat beliau teringin benar untuk melihat sebuah permaidani yang sangat indah terbentang di sudut rumah. Raja Nuruddin merasa sangat kagum dengan keindahan dan kehalusan permaidani yang di anggap cukup mahal itu.
Raja Nuruddin tidak puas dengan melihat sahaja kecantikan permaidani tersebut, tetapi beliau membelek-belek permaidani tersebut. Sewaktu membelek permaidani itu Raja Nuruddin terlihat di bawah permaidani itu terdapat papan dan beliau berkata: “Eh, ada papan.” Raja Nuruddin mulai curiga tentang papan itu, lalu baginda mengangkat papan itu perlahan-lahan, ternyata di bawah papan itu mempunyai sebuah terowong yang mempunyai tangga. Raja Nuruddin meneliti arah perginya terowong tersebut, akhinya beliau terkejut dan berkata: “Maasya Allah, terowong ini menuju ke arah kubur Rasulullah SAW.” Kemudian Raja Nuruddin mengeluarkan arahan: “Tangkap kedua orang itu.” Dengan terbongkarnya rahsia itu maka yakinlah Raja Nuruddin akan makna mimpinya itu, kedua lelaki yang menyamar sebagai alim itu adalah musuh yang hendak mencuri jasad Rasulullah SAW. Dengan terbongkarnya rahsia kedua orang itu, maka orang ramai pun datang untuk menyaksikan peristiwa di rumah orang alim itu.
Beberapa orang telah turun ke dalam terowong yang sangat jauh itu dan akhirnya mereka mendapati bahawa terowong yang digali oleh kedua orang itu sudah hampir benar dekat pada jasad Rasulullah SAW. Setelah mendapat kepastian dari orang yang masuk ke dalam terowong itu, orang ramai tidak tahan sabar lagi. Lalu kedua-dua mereka dipukul dengan teruk sekali, kemudian kedua mereka dibawa ke pengadilan. Dalam mahkamah keduanya berterus terang dengan berkata bahawa kedua-dua mereka telah tinggal di Madinah lebih dari setahun sebagai agen Yahudi. Orang-orang Yahudi memberi perbelanjaan yang cukup banyak pada keduanya untuk tujuan mencuri jasad Rasulullah dari kuburnya, tujuannya ialah apabila jasad Rasulullah berada di tangan Yahudi mereka dengan mudah dapat merendahkan martabat Kekasih Allah dan seterusnya menghina umat Islam. Umat Islam di Madinah rasa tertipu oleh kedua orang Yahudi itu, akhirnya kedua orang Yahudi itu dijatuhi hukuman mati.
Raja Nuruddin sujud syukur kepada Allah SWT kerana tugas yang diberikan oleh Rasulullah SAW kepadanya telah berjaya diselesaikan dengan berkat hidayah dan pertolongan-Nya. Untuk mengelakkan supaya kejadian seperti itu tidak berulang lagi, Raja Nuruddin memerintahkan supaya ke empat penjuru sekeliling kubur Rasulullah dipagar dengan kongkrit sampai ke bawah tanah. Sebelum Raja Nuruddin berlepas dari Madinah sekali lagi beliau bermimpi berjumpa dengan Rasulullah SAW, kali ini Rasulullah merangkul dan memeluk leher beliau. Apabila telah tiba masanya Raja Nuruddin hendak meninggalkan kota Madinah, beliau memberi taklimat terakhir kepada penduduk Madinah akan kejahatan dan dendam orang Yahudi terhadap Islam, dendam orang Yahudi terhadap Islam akan berterusan. Raja Nuruddin pun kembali ke Mosul dengan diiringi doa dan air mata oleh sekalian rakyat yang mencintainya.
Allahu a’lam..
Raja-raja dari semua kerajaan Islam memberikan sokongan padu kepada setiap panglima perang yang tampil memimpin para pahlawan Islam menentang kaum kafir Kristian yang datang dari Eropah. Salah seorang raja yang banyak jasanya dalam perang Salib ini adalah Sultan Nuruddin Zangki (Zenggi), keturunan bangsa Kurdi dan berkedudukan di Mosul. Baginda yang diputerakan tahun 1118 Masihi dan wafat 1174 Masihi, adalah seorang raja yang terkenal taqwa, wara’ dan adil. Kerana keadilannya pula hingga digelari Malikul Adil (Raja yang adil). Pada waktu malam baginda bangun untuk solat tahajjud dan berdoa agar rakyatnya hidup bahagia dalam keredhaan Allah dan terselamat di akhirat nanti. Pada sebelah siang beliau banyak berpuasa dan selepas solat, wiridnya sentiasa panjang.
Seluruh kekuatan yang dimilikinya adalah untuk menentang serangan tentera Salib agar tidak dapat menjajah negara Islam. Beliaulah yang membentangkan jalan kepada Shalahuddin Al-Ayyubi, panglima perang Salib di pihak Islam yang telah berjaya membebaskan bumi Palestin dari cengkaman kaum Salib. Baginda sentiasa tenang dan gembira melayan semua rakyat dan menteri-menterinya, sekalipun negara dalam keadaan darurat perang, kerana beliau sudah bermimpi berjumpa Rasulullah SAW pada suatu malam. Dalam mimpi itu Sultan Nuruddin melihat Rasulullah dalam keadaan gembira, menandakan perjuangan kaum Muslimin yang dipimpinnya dalam berjihad akan berhasil.
Selanjutnya, suatu hari Malikul Adil kelihatan tidak seperti biasanya, kali ini baginda nampak sangat risau, seolah-olah ada yang tidak kena pada dirinya. Menteri-menterinya menyedari hal ini, namun mereka tidak berani bertanya. Kerisauan dan kegelisahan tersebut berpunca daripada mimpinya beberapa malam yang lalu. Mimpi itu sangat mengerikan dan sukar ditafsirkan. Dalam mimpi itu, baginda memakai baju yang cantik gemerlapan dan berada di hadapan Rasulullah. Rasulullah memegang tangan Nuruddin dan menunjuk kepada dua orang lelaki yang berada di hadapannya dan bersabda: “Kenalilah aku. Bebaskan aku dari dua orang itu!” Nuruddin terbangun, namun wajah Rasulullah dan dua orang lelaki itu kelihatan jelas di hadapannya seperti bukan mimpi. Wajah kedua lelaki itu kelihatan kemerah-merahan.
Tidak seorang pun yang diberitahu tentang mimpi itu, dan beliau yakin bahawa yang datang itu benar-benar Rasulullah SAW. Kerana beliau sendiri telah bersabda: “Siapa yang melihat aku dalam mimpi, samalah ertinya dengan melihat aku di waktu bangun, kerana syaitan tidak akan dapat menyerupai aku.” Keyakinan Raja Nuruddin akan kesahihan mimpinya itu dikuatkan lagi oleh mimpinya yang dahulu sehubungan dengan peperangan. “Ketika itu Rasulullah kelihatan sangat gembira sekali. Tapi mengapa kali ini baginda kelihatan amat sedih? Dan siapakah gerangan dua lelaki yang ditunjuk oleh Rasulullah itu?” Nuruddin tidak habis-habis merenung dan berfikir: “Ah, ini tentu ada yang tidak mengena pada keperibadian Baginda yang mulia atau akan ada sesuatu yang mengancam maruah umat Islam,” kata Nuruddin dalam hatinya.
Dekat seminggu lamanya Raja adil itu memikirkan dengan risau. Tiba-tiba mimpi itu berulang lagi, peristiwa seperti mimpi yang pertama dan Rasulullah memanggil-manggil Nuruddin lagi: “Kenalilah aku dan bebaskan aku dari dua orang itu!” Baginda terkejut dan bangun kemudian langsung berwudhu’, terus bersolat tahajjud dan berzikir sebanyak-banyaknya di malam sunyi itu. Kerana terlalu lama berzikir, baginda tertidur dalam duduk dan wajah Rasulullah menjelma lagi. Dalam masa yang tidak seberapa lama, sudah tiga kali beliau berjumpa Rasulullah dalam keadaan muram. “Perkara ini benar-benar serius agaknya dan tidak boleh ku simpan seorang sahaja,” kata Nuruddin pada dirinya sendiri. Apabila baginda tergerak hatinya untuk memanggil orang kepercayaannya, baginda teringat akan sabda Rasulullah: “Bahawa apabila seseorang bermimpi buruk, hendaklah jangan diceritakan kepada sesiapa pun. Insya Allah tidak akan terjadi apa-apa.” Nuruddin berfikir sekejap. Sanggupkah dia menyimpan mimpi itu seorang diri? Tidak, mimpi itu sudah tiga kali datang, dan yang datang adalah manusia termulia.
Selepas solat Subuh di pagi hari Raja Nuruddin memanggil seorang menteri kepercayaannya, Jamaluddin Al-Mushly. Lelaki itu sangat wara’, taqwa dan amanah seperti Rajanya juga. Oleh kerana itu, dialah satu-satunya orang yang dipanggil oleh Nuruddin sehubungan dengan mimpinya. Kerana Nuruddin yakin, bahawa walau bagaimanapun Jamaluddin tidak akan membocorkan rahsia negara dan raja. Hari masih terlalu pagi, suasana masih gelap, di sana sini kedengaran kokok ayam silih berganti dan waktu kerja pun masih lama lagi akan bermula. Namun menteri Jamaluddin Al-Mushly sudah berangkat ke istana negara kerana menjunjung titah baginda.
“Engkau adalah orang yang paling ku percaya untuk menyimpan rahsia negara selama ini. Oleh kerana itu aku tidak merasa ragu lagi menceritakan mimpiku padamu,” kata Raja kepada Jamaluddin dan menceritakan mimpi yang dialaminya. Jamaluddin mendengarkan dengan serius. Ia sendiri turut merasa gerun mendengarkan cerita Rajanya. Kemudian Jamaluddin berkata: “Ini memang betul-betul mimpi yang benar wahai tuanku, kerana syaitan tidak akan dapat menyerupai Rasulullah.” “Betul itu. Aku pun ingat demikian,” kata Nuruddin menyokong pendapat Jamaluddin. Nuruddin bertanya: “Jadi, agak-agak apakah pendapatmu tentang mimpiku itu.” Jamaluddin menjawab: “Menurut pendapat hamba, ada rancangan jahat dari orang tertentu yang ditujukan kepada Rasulullah, dan Rasulullah tidak menyenanginya. Tuanku diberi tugas untuk menggagalkan rancangan jahat tersebut.”
Nuruddin seolah-olah dikeluarkan dari kebuntuannya setelah mendengar tafsiran daripada Jamaluddin. Baginda percaya bahawa pendapat menterinya itu benar belaka. Berkata Nuruddin: “Pendapatmu betul, sekarang ke mana dan bagaimana kita mesti mencari dua lelaki yang ditunjuk oleh Rasulullah itu?” Jamaluddin mengajukan usul: “Bagaimana kalau sekiranya baginda raja yang pergi ke Madinah Al-Munawwarah terlebih dahulu. Di sanalah tuanku dapat berdoa di makam Rasulullah yang mulia, memohon petunjuk kepada Allah di sisi kubur kekasihNya. Mudah-mudahan, di sana tersingkap rahsia mimpi paduka itu.”
Semua persediaan dan perbekalan segera dipersiapkan. Maka pada hari yang telah ditetapkan, beribu-ribu rakyat ibu kota berpusu-pusu di hadapan istana negara untuk mengucapkan selamat jalan kepada Raja yang mereka hormati. Berangkatlah Raja yang adil bersama beberapa pegawai tinggi negara menuju Madinah.
Di setiap kampung yang dilaluinya, baginda disambut mesra oleh rakyatnya. Baginda merasa puas dapat berjumpa dengan berbagai rakyatnya. Rakyat pun berasa gembira melihat Raja yang berjiwa rakyat dan tidak putus-putusnya tersenyum kepada semua rakyat. Namun, di sebalik senyuman raja yang dilepaskan kepada rakyatnya, ada perasaan risau dan ngeri yang menghantui baginda secara berterusan. Yakni wajah kedua lelaki yang dilihat dalam mimpinya selalu membayangi kemana sahaja baginda pergi. Tidak sesaat pun wajah itu hilang dari pandangan baginda. Baginda juga dapat menggambarkan dengan jelas tentang perwatakan kedua lelaki itu baik dari bentuk wajahnya, matanya, susunan giginya, mulutnya, janggutnya bahkan kesemua seluruh tubuh kedua mereka itu. Kalau, kedua lelaki itu melintas di hadapan baginda maka sudah pasti, baginda akan menangkapnya. Disebabkan baginda sentiasa asyik memikirkan tentang kedua lelaki itu, kadang-kadang baginda terpisah dari rombongannya. Baginda tidak putus asa untuk mencari kedua lelaki itu, baginda pergi secara persendirian mengembara antara bukit-bukit.
Para pengawal tidak berani menegur apa-apa sebaliknya mereka hanya memerhatikan Raja mereka dari jauh. Hanya menteri Jamaluddin sahaja yang sesekali mengingatkannya apabila beliau terpisah jauh dari rombongan. Setelah beberapa hari perjalanan, rombongan baginda sampai di sempadan Madinah. Jamaluddin memberitahu baginda: “Tuanku, sekejap lagi kita akan memasuki ke kota Rasulullah SAW, oleh itu bersiap sedialah tuanku.” Berkata Raja: “Apakah cara yang harus aku lakukan untuk memasuki kota yang mulia itu?” Berkata Jamaluddin: “Pertama hendaklah tuanku mandi dan bersuci, kemudian masuklah ke masjid Quba’ dan bersolat tahiyyatul masjid, ini adalah untuk menghormati masjid yang dibina dengan tangan Rasulullah SAW sendiri.” Kemudian Raja dan rombongannya mengikut arahan Jamaluddin, setelah selesai mengerjakan solat di masjid Quba’, rombongan diraja menuju ke taman Raudhah. Di taman yang mulia inilah jenazah yang teramat mulia Rasulullah SAW bersemadi.
Perasaan mereka yang berada di hadapan tempat jenazah baginda Rasulullah SAW disemadikan adalah amat berlainan sekali, mereka berasa seolah-olah berada di satu alam yang lain. Lalu Raja mengangkat tangannya tinggi-tinggi dan memohon kepada Allah SWT supaya rahsia di sebalik mimpinya itu di perlihatkan kepadanya sebelum kedua manusia jahat melaksanakan niat jahat mereka. Degupan hati Raja yang begitu khusyuk dalam doanya menyebabkan air mata mengalir tanpa disedarinya. Memang di sinilah salah satu tempat diperkenankan doa. Wajah Rasulullah SAW semakin jelas di mata Raja seolah-olah Rasulullah SAW menghulurkan tangan untuk bersalaman dengan Raja. Baginda terdengar suara dekat telinganya yang berbunyi: “Kenalilah aku, dan bebaskanlah aku dari kedua lelaki ini.”
Setelah baginda raja berdoa dengan penuh khusyuk di taman Raudhah, kemudian datang petunjuk dari Allah seolah-olah beliau dapat menyingkap tafsir mimpinya itu di kota mulia tempat bersemayamnya Rasulullah SAW. Oleh kerana Raja Nuruddin ingin segera mengetahui makna mimpinya yang menakutkan itu, lalu beliau memanggil gabenor Madinah dengan berkata: “Saya mahu kamu kumpulkan kesemua penduduk Madinah tanpa ada sesiapa pun yang dikecualikan, saya ingin bersalaman dengan mereka.” Berkata gabenor Madinah: “Baik tuanku, segala titah raja akan dijalankan.” Gabenor Madinah pun segera menyampaikan pesanan raja kepada penduduk Madinah dan penduduk yang berhampiran dengan kota Madinah.
Berkata gabenor Madinah kepada penduduk kota Madinah dan sekitarnya: “Atas perintah Raja Nuruddin, semua rakyat Madinah dan kawasan yang berhampiran denganya, sama ada lelaki atau wanita, tua atau muda dari berbagai jenis agama dikehendaki hadir di dewan orang ramai, kerana baginda Raja Nuruddin hendak bertemu dengan semua penduduk di sini.” Setelah berita disebarkan maka orang ramai bersama seisi keluarga segera pergi ke dewan orang ramai dengan perasaan gembira, tidak seorang pun yang tertinggal. Mereka yang tua dan uzur diusung sehingga banyak sekali usungan yang kelihatan dalam perjalanan menuju ke dewan orang ramai. Apabila seluruh penduduk kota Madinah telah berkumpul, gabenor Madinah pun melapurkan kepada Raja: “Tuanku, semua rakyat telah berkumpul dan mereka sedang menunggu kehadiran tuanku.” Berkata Raja Nuruddin: “Apakah kamu yakin bahawa semua rakyat telah datang untuk bersalaman dengan saya?” Berkata gabenor Madinah. “Insya Allah.” Setelah Raja mendengar penjelasan dari gabenor, Madinah, maka Raja pun segera pergi ke tempat orang ramai yang sedang menunggunya. Wajah kedua lelaki yang datang dalam mimpinya semakin mencabar di hadapannya.
Setelah baginda Raja sampai di tempat dewan orang ramai, maka baginda pun memandang kepada rakyat sebagai penghormatan. Mata Raja Nuruddin sentiasa mencari-cari wajah yang menjadi buruannya, tetapi tidak juga kelihatan. Raja Nuruddin semakin risau, beliau duduk sekejap dan berbincang dengan pegawai-pegawai dari Madinah. Berkata Raja, Nuruddin: “Apakah masih ada rakyat yang melepaskan peluang untuk bertemu dengan saya? Cuba siasat sekali lagi.” Kemudian para pegawai dari kota Madinah berbincang sesama mereka, mereka cuba mengingati wajah-wajah yang tidak hadir. Tiba-tiba seorang pegawai berkata dengan serius dan bersemangat: “Betul tuanku, hamba ingat masih ada dua orang kenamaan di Madinah yang tidak hadir di sini, mungkin kedua mereka tidak mendengar berita tentang ketibaan baginda tuanku ke sini.”
Raja Nuruddin berkata: “Di mana mereka berada, dan siapakah mereka itu?” Denyutan jantung Raja Nuruddin semakin cepat, tetapi beliau menahan perasaannya. Orang yang mengenali kedua lelaki itu berkata: “Mereka berdua adalah ahli tasawwuf dan ahli hikmah, sangat wara’ dan sangat banyak ibadahnya, sesiapa sahaja yang pergi kepada mereka akan menerima fatwa-fatwa yang menyejukkan dan menerima sedekah. Dan kedua mereka juga adalah dermawan dan telah banyak sekali membantu fakir miskin.” Raja Nuruddin sangat tertarik dengan huraian pegawainya dan beliau berkata: “Saya ingin sangat untuk bertemu dengan kedua mereka, jemputlah mereka sekarang juga.”
Tidak berapa lama kemudian kedua mereka itu pun datang ke dewan orang ramai setelah diundang. Kedua mereka berjalan dengan tunduk dan tawadhu’, sementara mulut mereka tidak berhenti-henti berzikir kepada Allah SWT. Apabila kedua mereka berdiri di hadapan Raja Nuruddin, Raja Nuruddin terperanjat kerana kedua mereka itulah yang muncul dalam mimpinya. Dalam hati Raja Nuruddin berkata: “Demi Allah orang inilah yang datang dalam mimpiku.” Walaupun kedua mereka itu berada di hadapan beliau, beliau belum pasti sama ada beliau bermimpi atau tidak, lalu beliau menggosok kedua biji mata beliau dan dibukanya mata beliau terang-terang. Ternyata kali ini beliau tidak mimpi, beliau kini berada betul-betul di hadapan orang yang menjadi buruan beliau. Raja Nuruddin memandang mereka dari semua segi, dari segi bentuk muka mereka, susunan gigi, mata dan lain-lain. Akhirnya beliau meyakini dengan seratus peratus bahawa memang sah kedua lelaki itulah yang muncul dalam mimpinya. Kalau ikutkan hati Raja Nuruddin hendak ditanya sahaja: “Siapakah kamu berdua ini.” Raja Nuruddin bertambah hairan melihat kedua mereka, ini adalah kerana kedua mereka itu begitu khusyuk dan tawadhu’, gerak-geri mereka tidak sedikit pun mencurigakan.
Segi rambut pula ikut sunnah, serban pula ikut cara Rasulullah. Sewaktu bersalaman menunjukkan adab seorang alim dan ahli tasawwuf, tutur katanya pula penuh hikmah dan selalu berasaskan Al-Quran dan Al-Hadith. “Tetapi mengapa Rasulullah minta dibebaskan dari dua orang itu? Apakah dosa yang telah diperbuat oeh keduanya? Begitulah pertanyaan yang keluar dari hati Raja Nuruddin. Beliau hairan dan tidak tahu apa yang hendak dibuat, namun demikian tidak seorang pun yang dapat membaca perasaan Raja Nuruddin. Raja Nuruddin serba salah kerana orang ramai mengenali kedua mereka sebagai orang yang alim dan menunjukkan sikap yang penuh tasawwuf, baginda Raja juga menghormati kealiman dan ketasawwufan mereka. Oleh kerana Raja Nuruddin tidak dapat membuat apa-apa keputusan maka majlis pada hari itu bersurai setelah baginda Raja bersalam dengan semua rakyatnya seperti yang dijanjikan. Setelah majlis perhimpunan yang pertama selesai, orang ramai pun bersurai dan mereka merasa puas hati kerana dapat bersalam dengan Raja mereka. Gebenor Madinah merasa sangat gembira kerana majlis itu mendapat sambutan yang sungguh menggalakkan. Satu-satunya orang yang tidak puas hati ialah Raja Nuruddin, kerana teka-teki yang menghantuinya belum terjawab.
Selepas menunaikan solat Raja Nuruddin beristighfar dan berzikir banyak-banyak, kemudian beliau berdoa dengan doa yang amat panjang, dalam doa tersebut beliau meminta petunjuk yang lebih jelas dari Allah SWT. Ketika Raja Nuruddin duduk bersendirian, lalu datang menterinya Jamaluddin dengan berkata: “Wahai tuanku, sudahkah tuanku jumpa dengan dua lelaki yang tuanku cari itu?” Berkata raja Nuruddin: “Ya, sudah.” Jamaluddin bertanya: “Yang mana satu tuanku?” Berkata Raja Nuruddin: “Jemputan yang terakhir sekali, saya pasti itulah orang yang ditunjuk oleh Rasulullah SAW dalam mimpiku.” Jamaluddin diam sambil mengangguk-anggukkan kepalanya, pertanda dia sedang memikirkan sesuatu. Berkata Raja Nuruddin: “Tapi yang peliknya saya tidak dapat sesuatu yang mencurigakan pada diri mereka itu, keadaan keduanya memang seperti yang diceritakan oleh orang. Akhlaknya, gerak-gerinya dan tutur katanya semuanya menggambarkan keperibadian Rasulullah SAW. Inilah yang membuat saya rasa pelik sangat, entah dosa apa yang telah mereka lakukan?”
Setelah Jamaluddin mendengar kata-kata Rajanya maka dia pun berkata: “Tuanku, ketahuilah bahawa seseorang yang pada zahirnya menunjukkan baik, segalanya mengikut cara Rasulullah SAW belum tentu hatinya baik. Boleh jadi ia hanya berpura-pura supaya orang ramai tidak mencurigainya, padahal dia adalah musuh yang jahat.”
Berkata Raja Nuruddin: “Betul katamu itu, kerana memang ramai orang-orang kafir berpura-pura Islam, sedangkan tujuannya untuk menghancurkan Islam dari dalam. Allah SWT telah berfirman dalam Al-Quran yang bermaksud: “Dan di antara manusia ada yang ucapannya tentang kehidupan dunia, sangat menarik perhatianmu, dan di persaksikannya Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia sebenarnya adalah musuh yang jahat.”
Raja Nuruddin memang tahu tentang tipu helah orang-orang kafir yang sentiasa hendak merosakkan Islam dengan berbagai cara. Berkata Raja Nuruddin lagi: “Apakah yang harus kita lakukan?” Berkata Jamaluddin: “Tuanku mestilah mengadakan perisikan ke rumah orang itu secara sulit.” Raja Nuruddin dan menterinya Jamaluddin mengadakan perbincangan secara rahsia tentang cara yang terbaik untuk mendapatkan maklumat tentang pergerakan kedua lelaki yang disyaki. Setelah sekian lama mereka berbincang akhirnya mereka mendapat satu cadangan yang baik, yakni orang ramai dijemput untuk menghadiri rumah terbuka atas arahan Raja Nuruddin.
Kedua orang yang disyaki juga diundang sebagai tetamu kehormat. Rahsia ini tetap menjadi rahsia antara Raja dengan menterinya. Gabenor Madinah diberikan tugas untuk menjayakan majlis tersebut. Setelah saat yang dinantikan telah tiba, maka ramailah orang yang datang menghadiri majlis tersebut. Kedua lelaki yang disyaki juga awal-awal lagi telah berangkat menuju ke majlis diraja. Apabila Raja Nuruddin dan Jamaluddin melihat kedua lelaki alim itu telah keluar dari rumah mereka, kemudian Raja Nuruddin, Jamaluddin dan beberapa pengawal pergi ke rumah orang alim itu. Kesemua bahagian dalam rumah itu di periksa oleh Raja Nuruddin, malangnya tidak satu pun benda yang mencurigakan. Sebaliknya dalam rumah tersebut terdapat banyak ayat-ayat Al-Quran yang digantung dan juga hadith nabi. Dalam almari orang alim itu dipenuhi dengan kitab-kitab agama feqah dan juga tasawwuf, keadaan rumah itu menggambarkan seolah-olah pewaris Nabi SAW. Hati kecil Raja Nuruddin masih bertanya: “Apalagi yang harus aku syaki? Kenapa Baginda Rasulullah SAW minta pertolongan dariku supaya dibebaskan dari kedua lelaki ini?”
Setelah merasa puas dengan selidikan di rumah tersebut Raja Nuruddin mengambil keputusan untuk keluar dari rumah tersebut, tetapi apabila baginda Raja hendak melangkah keluar dari rumah tersebut, datang ilham yang membuat beliau teringin benar untuk melihat sebuah permaidani yang sangat indah terbentang di sudut rumah. Raja Nuruddin merasa sangat kagum dengan keindahan dan kehalusan permaidani yang di anggap cukup mahal itu.
Raja Nuruddin tidak puas dengan melihat sahaja kecantikan permaidani tersebut, tetapi beliau membelek-belek permaidani tersebut. Sewaktu membelek permaidani itu Raja Nuruddin terlihat di bawah permaidani itu terdapat papan dan beliau berkata: “Eh, ada papan.” Raja Nuruddin mulai curiga tentang papan itu, lalu baginda mengangkat papan itu perlahan-lahan, ternyata di bawah papan itu mempunyai sebuah terowong yang mempunyai tangga. Raja Nuruddin meneliti arah perginya terowong tersebut, akhinya beliau terkejut dan berkata: “Maasya Allah, terowong ini menuju ke arah kubur Rasulullah SAW.” Kemudian Raja Nuruddin mengeluarkan arahan: “Tangkap kedua orang itu.” Dengan terbongkarnya rahsia itu maka yakinlah Raja Nuruddin akan makna mimpinya itu, kedua lelaki yang menyamar sebagai alim itu adalah musuh yang hendak mencuri jasad Rasulullah SAW. Dengan terbongkarnya rahsia kedua orang itu, maka orang ramai pun datang untuk menyaksikan peristiwa di rumah orang alim itu.
Beberapa orang telah turun ke dalam terowong yang sangat jauh itu dan akhirnya mereka mendapati bahawa terowong yang digali oleh kedua orang itu sudah hampir benar dekat pada jasad Rasulullah SAW. Setelah mendapat kepastian dari orang yang masuk ke dalam terowong itu, orang ramai tidak tahan sabar lagi. Lalu kedua-dua mereka dipukul dengan teruk sekali, kemudian kedua mereka dibawa ke pengadilan. Dalam mahkamah keduanya berterus terang dengan berkata bahawa kedua-dua mereka telah tinggal di Madinah lebih dari setahun sebagai agen Yahudi. Orang-orang Yahudi memberi perbelanjaan yang cukup banyak pada keduanya untuk tujuan mencuri jasad Rasulullah dari kuburnya, tujuannya ialah apabila jasad Rasulullah berada di tangan Yahudi mereka dengan mudah dapat merendahkan martabat Kekasih Allah dan seterusnya menghina umat Islam. Umat Islam di Madinah rasa tertipu oleh kedua orang Yahudi itu, akhirnya kedua orang Yahudi itu dijatuhi hukuman mati.
Raja Nuruddin sujud syukur kepada Allah SWT kerana tugas yang diberikan oleh Rasulullah SAW kepadanya telah berjaya diselesaikan dengan berkat hidayah dan pertolongan-Nya. Untuk mengelakkan supaya kejadian seperti itu tidak berulang lagi, Raja Nuruddin memerintahkan supaya ke empat penjuru sekeliling kubur Rasulullah dipagar dengan kongkrit sampai ke bawah tanah. Sebelum Raja Nuruddin berlepas dari Madinah sekali lagi beliau bermimpi berjumpa dengan Rasulullah SAW, kali ini Rasulullah merangkul dan memeluk leher beliau. Apabila telah tiba masanya Raja Nuruddin hendak meninggalkan kota Madinah, beliau memberi taklimat terakhir kepada penduduk Madinah akan kejahatan dan dendam orang Yahudi terhadap Islam, dendam orang Yahudi terhadap Islam akan berterusan. Raja Nuruddin pun kembali ke Mosul dengan diiringi doa dan air mata oleh sekalian rakyat yang mencintainya.
Allahu a’lam..
Wednesday, October 6, 2010
Catatan dosa pahala
Rasulullah s.a.w. ada bersabda,
"Setiap anak Adam akan dijaga oleh dua malaikat.Malaikat yang di sebelah kanan lebih berkuasa dari yang sebelah kiri.Sekiranya seseorang anak Adam melakukan dosa maka malaikat yang di sebelah kiri akan bertanya pada malaikat di sebelah kanan katanya, "Apakah yang harus aku catit?" Kata malaikat di sebelah kanan,
"Jangan kamu catit dahulu dosanya sehingga ia melakukan 5 kesalahan. Malaikat yang di kiri bertanya lagi,
"Kalau ia telah melakukan kesalahan, apa yang harus aku catitkan?" Jawab malaikat kanan,
"Biarkannya,sehingga ia membuat kebaikan kerana kami telah diberitahu oleh Allah s.w.t bahawa satu kebaikan akan mendapat 10 pahala.Oleh itu hapuskanlah 5 kesalahannya yang lalu sebagai tebusan dan kami masih simpankan untuknya 5 pahala lagi."
Tercenganglah syaitan mendengarkannya lalu berkata, "Kalau macam ini sampai bilakah aku dapat merosakkan anak Adam." Demikianlah rahmat Allah pada hambanya,kasih sayangNya melimpah ruah tiada terbatas hanya hambanya saja yang lalai dan leka dengan keseronokkan serta kemewahan dunia.
Wallahu A'lam..
Subscribe to:
Posts (Atom)